Tulisan ini sebenarnya merupakan harapan besar saya pribadi untuk kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Ide ini muncul berawal dari rentetan panjang pengalaman pribadi bersinggungan dengan dunia kesehatan dimulai dari tahuan 1981 sampai dengan saat ini. Analisis pribadi didukung oleh hasil wawancara dengan beberapa stakeholder di bidang kesehatan mulai dari tahun 2004 sampai dengan saat ini menemukan suatu kesimpulan sederhana yaitu tingkat kesembuhan seorang pasien (diluar faktor medis dan juga tindakan medis) akan sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan interpersonal yang dibangun didalam suatu sistem layanan kesehatan. Sebagai contoh seorang anak akan dengan senang hati untuk datang ke dokter anak maupun dokter gigi bukan semata-mata karena dokter tersebut memiliki keahlian (hard skill) yang sangat mumpuni, namun lebih karena adanya kesan awal yang sangat positif terhadap fasilitas dan juga tenaga medisnya. Dokter yang mampu berkomunikasi verbal secara baik dengan pasiennya, niscaya akan lebih disenangi. Dokter yang mampu memberikan nuansa optimis kepada pasien, juga sangat dinanti oleh setiap orang khususnya warga negara Indonesia.
Sebenarnya cukup klasik apabila kualitas layanan kesehatan kita coba bandingkan dengan Singapura. Pengalaman pribadi mulai tahun 2012 meneliti hal-hal yang berkaitan dengan kualitas layanan kesehatan di Singapura, sebenarnya tidak menemukan jawaban yang terlalu "WAH". Keberhasilan Singapura dalam mengelola layanan kesehatan tidak lepas dari perubahan mindset para stakeholdernya, dimana dokter, paramedis, dan tenaga pendukung lainnya sudah diperlakukan sebagai "HUMAN CAPITAL", dan tidak lagi menggunakan istilah "HUMAN RESOURCES". Artinya seorang dokter cukup "PRAKTEK" di 1 tempat saja, namun secara finansial telah aman. Pasien sebagai mitra utama rumah sakit dan dokter benar-benar diperlakukan secara "MANUSIAWI", walaupun sadar ataupun tidak nilai uang yang harus dibayarkan oleh pasien tidaklah sedikit. Waktu menunggu pasien di rumah sakit menjadi semakin "PASTI", sehingga secara psikologis pasien tidak harus membuang waktunya dengan percuma di rumah sakit. Dan yang terpenting adalah dokter lebih mengutamakan pendekatan secara humanis (dengan ramah, komunikatif dan selalu memberikan kesan positif kepada pasien).
Semoga ada orang-orang bijak di Kementerian Kesehatan RI, Rumah Sakit Pendidikan, RSUD, RS Swasta dan pimpinan Fakultas Kedokteran di Indonesia yang menyadari hal-hal tersebut, dan memulai perbaikan kualitas "MANPOWER-nya" dalam hal ini seorang dokter. Dokter yang ramah akan memberikan kesan yang positif kepada pasien. Dokter yang ramah akan membuat rumah sakit menjadi "SAHABAT" bagi setiap orang. Dan yang terpenting adalah Waktu Menunggu yang "PASTI" akan membuat rupiah kita tidak perlu terbang ke negeri Singa maupun Malaysia.
Saya yakin, kemampuan (hard skill dan soft skill) dokter Indonesia tetaplah yang TERBAIK! Amin.
@oktri15
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus